Tantangan Mewujudkan LKPD Kab/Kota Memperoleh Opini WTP dari BPK

  1.  PENDAHULUAN

Tulisan ini terlahir dari renungan hasil rapat koordinasi pembahasan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada Semester II tahun 2014, tanggal 8 Desember 2014 di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Jawa Tengah, bahwa BPK baru memberikan opini WTP kepada 10 Kabupaten/Kota dari 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Adapun LKPD Kabupaten/Kota yang meraih prestasi WTP pada tahun 2013 adalah Kabupaten Banyumas, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Semarang, Kabupaten Jepara, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Kudus, Kota Semarang dan Kota Surakarta.

 

Oleh karena itu, Pemerintah Daerah yang LKPD nya belum mendapatkan opini WTP sedang berusaha bekerja keras untuk memperbaiki dengan langkah-langkah strategis dan komitmen. Sedangkan komitmen menjadi kata kunci yang yang selalu dipergunakan dalam setiap kesempatan pembinaan, namun belum diwujudkan dalam bentuk sikap dan tindakan yang konkrit oleh para pengelola keuangan dan pengguna anggaran. Komitmen berbentuk teknis adalah upaya sungguh-sungguh untuk mewujudkan penyusunan/penyajian LKPD dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK. Sedangkan komitmen non teknis adalah sikap sungguh-sungguh pengelola keuangan dan pengguna anggaran yang dilakukan pada saat pemriksaan LKPD dalam bentuk tindakan melayani, mempermudah, memperlancar pemeriksaan dan sekaligus sebagai tuan rumah yang baik dan profesional.

Berdasarkan hasil pengakuan dan penilaian tim pemeriksa BPK terhadap LKPD yang selalu memperoleh opini WTP pada umumnya jajaran PPKD/BUD/SKPKD/DPPKAD dan seluruh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran/Entitas bersikap sungguh-sungguh dan kooperatif, sehingga pantas mendapatkan opini BPK sesuai kreteria. Sedangkan kreteria yang dimaksud berdasarkan Undang Undang Nomor 15 tahun 2004, tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara, dibangun dari 4 (empat) kreteria yaitu :

  1. Kesesuaian dengan SAP (Standar Akuntansi Pemerintah);
  2. Kecukupan Pengungkapan;
  3. Kepatuhan terhadap peraturan perundangan-undangan;
  4. Efektifitas SPI (Standar Pengendalian Internal).
  1.   PENYUSUNAN LKPD
  2.  Keuangan daerah dikelompokkan kedalam 4 sistem utama, yaitu :
  1. Sistem Perencanaan dan Penganggaran;
  2. Sistem Pelaksanaan Anggaran;
  3. Sistem Akuntansi Keuangan Daerah; dan
  4. Sistem Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.
  • Keempat sitem tersebut merupakan satu kesatuan managemen yang tidak dapat terpisahkan, dan merupakan satu siklus yang berurutan, sehingga tidak boleh terbolak balik. LKPD disusun dengan suatu sistem managemen keuangan daerah yang memenuhi unsusr-unsur pengendalian internal dan menjamin kepatuhan terhadap peraturan-perundangan.
  1.  Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) secara bertahap ada 3 level sistem penyusunan, yaitu:
  1. Level Sistem Akuntansi Tingkat PEMDA (BUD/PPKD/SKPKD/DPPKAD);
  2. Level Sistem Akuntansi SKPD (Pengguna Anggaran dan Kuasa Pengguna Anggaran);
  3. Level Sistem Akuntansi Bendahara Daerah (seluruh Bendahara yang ditunjuk KDH)
  • LKPD disusun dan disajikan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) untuk menyediakan informasi (pengungkapan) yang relevan mengenai :
  1. Posisi Keuangan (keberadaan);
  2. Seluruh (kelengkapan) transaksi yang dilakukan (keterjadian) oleh suatu Entitas Pelaporan (PPKD/BUD/DPPKAD) selama periode pelaporan (hak dan kewajiban;
  3. LKPD terutama digunakan untuk :
  1. membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, pembiayaan dengan anggaran yang digunakan (alokasi);
  2. menilai kondisi keuangan (penilaian);
  3. mengevaluasi efektifitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan (efektifitas SPI); dan
  4. membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundangan (ketaatan).
  1.  LKPD secara prinsip merupakan pernyataan pemerintah daerah bahwa:
  1. Informasi keuangan yang tersaji dalam LKPD meliputi :
  1. Tentang keberadaan dan keterjadian;
  2. Pernyataan bahwa semua telah disajikan secara lengkap;
  3. Pemisahan hak dan kewajiban secara jelas;
  4. Penilaian dan alokasi yang tepat; dan
  5. Telah disajikan sesuai SAP (Standar Akuntansi Pemerintah)
  1.  Semua informasi keuangan telah diungkapkan secara cukup;
  2.  Semua informasi keuangan telah disajikan dengan proses pengendalian yang efektif; dan
  3.  Semua informasi keuangan merupakan gambaran transaksi yang taat pada ketentuan peraturan               perundang-undangan.
  4.  DIMENSI PEMERIKSAAN LKPD

Sejak Pemerintah Daerah mengenal dan menyusun Laporan Keuangan terdapat beragam cara pandang terhadap pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dan Laporan Keuangannya. Cara pandang yang beragam atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dan Laporan Keuangannya melahirkan berbagai paradigma/dimensi yang dapat digolongkan sebagai berikut :

  1. Dimensi Pragmatis.

Pada umumnya pemeriksaan diartikan sebagai tahap mencari kesalahan atau kelemahan dari suatu yang telah dilakukan. Tentu saja hal ini membuat banyak orang yang terperiksa menjadi takut dan memasang ancang-ancang untuk melawan dan/atau menghindar. Oleh karena itu, seluruh entitas perlu memahami kembali apa sesungguhnya pemeriksaan itu.

  1. Dimensi Teoritis.

Pemeriksaan adalah suatu kegiatan menyerap, mengolah, dan merespon data yang dilakukan oleh pihak yang dapat dipercaya dan disampaikan kepada pihak yang berkepentingan untuk ditindaklanjuti. Oleh karenanya pemeriksaan sebagai sebuah kegiatan adalah menyerap, mengolah dan merespon data, yaitu:

  1. Penyerapan data dilakukan dengan berbagai cara, baik secara langsung/tidak langsung;
  2. Pengolahan data dilakukan dengan menguji, menilai dan membahas apakah data tersebut akurat, baik, tepat, dan andal dan untuk menentukan keandalan data tersebut harus ada pembanding data yang akurat, baik, dan tepat.
  3. Merespon dilakukan dengan menunjuk, memilih, memberitahukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kualifikasi dan menyampaikannya kepada pihak yang berkepentingan, baik secara lisan maupun secara tertulis.
  1.       Dimensi Yuridis.

Secara yuridis, Undang Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara, pasal 1 angka 1 mendifinisikan pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara.

Pengertian pemeriksaan tersebut dapat dipahami dalam beberapa fokus :

  1. Proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan.
  2. Menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara.
  3. Kondisi/fakta versus standar/kreteria.

Bagi pemeriksa, kreteria/standar mencakup 2 (dua) hal yaitu kreteria yang tertulis dan kreteria yang tidak tertulis meliputi kepatutan dan praktik yang umum yang sehat.

Pada kondisi/fakta versus standar kreteria yang tertulis, pemeriksa tidak mau terlibat dalam perdebatan ketentuan peraturan-perundangan dan pemahaman atas peraturan perundang-undangan dikarenakan sudah merupakan domain dari para ahli hukum.

Namun demikian ahli hukum telah memberikan pedoman yang dikenal 7 prinsip yaitu :

  1. Peraturan perundangan selalu diasumsikan diketahui oleh masyarakat umum;
  2. Peraturan perundangan tidak pernah berlaku surut;
  3. Peraturan perundangan tidak berlaku lagi apabila telah dicabut/dibatalkan dan/atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi;
  4. Apabila suatu keadaan tidak diatur dalam peraturan-perundangan, gunakanlah analogi. Asas ini menganjurkan bahwa secara bertingkat gunakan peraturan yang bersifat umum atas kondisi yang sejenis pada entitas lain, maupun praktik sehat yang berlaku;
  5. Peraturan yang lebih tinggi mengalahkan peraturan yang lebih rendah/dibawahnya;
  6. Peraturan khusus mengalahkan peraturan yang bersifat umum, konsepsinya aturan khusus akan mengatur suatu kondisi yang paling mendekati kondisi yang ada;
  7. Peraturan terbaru mengalahkan peraturan lama, sehingga konsepsinya sesuai dengan kondisi terkini.
  1.  MEMAHAMI PEMERIKSAAN LKPD

Sebagaimana diketahui bahwa pemeriksaan LKPD dimulai setelah Pemerintah Daerah menyerahkan LKPD kepada BPK yang selanjutnya dilakukan proses analisis, pengujian, dan pengajuan koreksi. Berdasarkan hasil pengujian, pemeriksa BPK akan memberikan opini  pemeriksaan yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

  1.   Mekanisme Pemeriksaan LKPD

 

Undang Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, Pasal 10, menyatakan  bahwa dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, pemeriksa dapat :

  1. Meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh Pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara;
  2. Mengakses semua data yang disimpan diberbagai media, asset, lokasi dan segala jenis barangatau dokumen dalam penguasaan atau kendali dari entitas yang menjadi obyek pemeriksaan/entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya
  3. Melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang dan dokumen pengelolaan keuangan negara;
  4. Meminta keterangan kepada seseorang;
  5. Memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan.

Pasal 11, Undang Undang Nomor 15 tahun 2004 menyatakan : dalam rangka meminta keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, BPK dapat melakukan pemanggilan kepada seseorang/terperiksa. Kegagalan pihak terperiksa dalam memberikan keterangan, data, informasi, penjelasan  LKPD yang “tepat” dan “cepat” akan berdampak pada akurasi kesimpulan dan penilaian pemeriksa dalam memberikan pendapat/opini BPK. Disisi lain ada sebagian terperiksa yang tidak memahami ‘keterbatsan waktu’ pemeriksaan dengan “menghalangi pemeriksa” memperoleh keterangan, data, penjelasan dan informasi, hal ini dilakukan antara lain :

  1. Menyampaikan data dan/atau informasi yang dicicil-cicil;
  2. Pemegang data/pejabatnya tidak dapat dihadirkan/sulit dimintai penjelasan/keterangan;
  3. Informasi dan/atau data yang berubah-ubah;
  4. Data baru atau diduga tidak resmi /tidak sah/fraud/curang;
  5. Pemegang data/pejabatnya cuti panjang dalam waktu pemeriksaan/saat diperlukan; dan
  6. Mudus lain yang biasa dilakukan terperiksa untuk menghalangi pemeriksa.

Bagi pemeriksa, adanya modus tersebut diatas menjadi bukti bahwa Sistem Pengendalian Internal (SPI) pada tingkat PPKD/BUD/SKPKD/DPPKAD dan SKPD selaku Pengguna Anggaran tidak berjalan baik atau tidak efektif/lemah. Oleh karena itu, Undang Undang Nomor 15 tahun 2004 mengatur ketentuan sanksi pidana dalam Pasal 24 sbb:

  • Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjalankan kewajiban menyerahkan dokumen dan/atau menolak memberikan keterangan yang diperlukan untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
  • Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalangi, dan/atau menggagalkan pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
  • Setiap orang yang menolak pemanggilan yang dilakukan oleh BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tanpa menyampaikan alasan penolakan secara tertulis dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
  • Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan atau membuat palsu dokumen yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rpl.000.000.000 (satu miliar rupiah).
  1.   Obyek, Data dan Informasi Pemeriksaan LKPD
  1. Obyek Pemeriksaan LKPD berdasarkan Undang Undang No. 17 tahun 2003, pada Pasal 31 setidak-tidaknya meliputi:
  • Laporan Realisasi (LRA) APBD;
  • Neraca;
  • Laporan Arus Kas (LAK) ; dan
  • Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Sebagai gambaran dapat disampaikan :

  • LRA : mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah yang menunjukkan ketaatan terhadap peraturan perundangan; menggambarkan perbandingan APBD dengan realisasinya; dan disertai penjelasan pencapaiannya
  • Neraca : menggambarkan posisi keuangan pemerintah mengenai Asset, Kewajiban, Ekuitas pada tanggal tertentu.
  • LAK : menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama 1 periode akuntansi, dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan.
  • CaLK : menyajikan informasi/penjelasan pos-pos Laporan Keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai
  1.  Data dan informasi minimal yang diperlukan dalam pemeriksaan LKPD sbb:

 

No Data dan informasi Kegiatan Pemeriksaan
1)
  1. LKPD
Serah terima LKPD
  1. Surat pernyataan tanggungjawab KDH
2)
  1. Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK),
Analisis LKPD
  1. APBD tahun pemeriksaan
  1. Penjabaran LKPD dan APBD
  1. Perda pertanggungjawaban APBD tahun lalu
3)
  1. Dokumen transaksi
Pengujian transaksi
  1. Buku Jurnal
  1. Buku Besar
  1. Kertas Kerja
  1. Rekening koran
  1. Bank Statement
4)
  1. Jawaban/tanggapan atas koreksi & temuan
Pengajuan koreksi temuan
  1. Rencana perbaikan/action plan
5)
  1. LKPD setelah pembahasan koreksi
Penetapan Opini dan
  1. Tanggapan KDH tentang temuan pemeriksaan
Penyusunan LHP
  1. Rencana perbaikan
  1.  Pengujian Transaksi Keuangan
  1. Pengujian transaksi keuangan yang disajikan dalam LKPD dapat dipastikan menggunakan teknik sampling dan konsepsi materialitas.
  2. Ketentuan mengharuskan pemeriksa menggunakan profesional judgement dalam penetapan kedua konsep tersebut, sehingga sampling yang diambil cukup representatif.
  3. Pemeriksa yang kurang profesional cenderung gagal mengimplementasikan judgement dan dampaknya bahwa pemeriksa dapat menyimpulkan hal yang berbeda untuk kondisi yang sama dibeberapa entitas/SKPD atau dengan kata lain tidak varifiable.
  4. Teknik pemeriksaan dalam melakukan pengujian transaksi keuangan yang diketahui antara lain dengan melakukan wawancara, tanya jawab, cek fisik, observasi maupun questioner dan pengujian melalui dummy data.

Perlu disadari bahwa disetiap pertemuan dengan pemeriksa, obrolan terasa bukan terkait obyek pemeriksaan pun dapat diarahkan menjadi bagian pertimbangan pemeriksaan dalam menyimpulkan hal yang diperiksanya. Disisi lain, pemeriksa yang memiliki kemampuan cek fisik/observasi yang baik akan memiliki agenda yang jelas dan kemampuan teknis yang dapat diandalkan serta pihak yang diperiksa tetap diminta mengikuti proses pengujian fisik tersebut. Penjelasan yang akurat dari pejabat/entitas dan diskusi yang logis secara intensif untuk menganalisis hasil cek fisik/observasi di lapangan.

  1.  Koreksi Pembukuan dan Temuan Pemeriksaan :
  1. Hasil analisis dan pengujian yang dilakukan pemeriksa pada tahap sebelumnya akan disimpulkan dalam suatu koreksi pembukuan dan/atau temuan pemeriksaan;
  2. Pemeriksa disyaratkan untuk meminta tanggapan/komentar dari pihak yang terkait untuk validasi dan akurasi kesimpulan yang diambil;
  3. Momen ini merupakan kesempatan teknis terakhir yang dilakukan pemeriksa dengan pejabat/entitas yang melaksanakan kegiatan teknis terkait. Oleh karena itu, diskusi harus dilakukan untuk membahas detail demi detail yang disimpulkan pemeriksa yang harus di ikuti dengan data dan informasi yang mungkin dapat melengkapi tetapi bukan memperbaharui data/informasi.
  4. Hasil pembahasan yang dituangkan dalam notulen pembahasan tersebut akan dinalisis kembali dan/atau direverifikasi oleh pemeriksa untuk mendapatkan keyakinan yang memadai atas kesimpulan yang diambilnya.
  5. Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah Daerah segera memperbaiki LKPD nya dan disampaikan kepada BPK untuk menetapkan opini pemeriksaan.

Tanggapan pimpinan entitas dinyatakan dalam SPKN PSP 03 paragraf 43 sampai 47 yaitu Laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian internal, kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundangan, dan ketidakpatutan, harus dilengkapi tanggapan dari pimpinan atau pejabat yang bertanggungjawab pada entitas yang diperiksa mengenai temuan dan rekomendasi serta tindakan koreksi yang direncanakan.

 

  1.  Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)

Berdasarkan hasil pelaksanaan pekerjaan lapangan pemeriksaan LKPD, Tim Pemeriksa BPK menyusun kesimpulan akhir pemeriksaan dalam konsep LHP/NHP untuk dimintai komentar/tanggapan entitas. Selanjutnya BPK menganalisis komentar/tanggapan entitas atas hasil pemeriksaan dan harus dimuat dalam LHP dengan rincian sbb:

  1. Komentar/tanggapan yang sependapat/menyetujui temuan pemeriksaan akan dimuat dalam LHP.
  2. Komentar/tanggapan yang tidak sependapat/tidak menyetujui temuan pemeriksaan akan dimuat dalam LHP dan pemeriksa akan menambahkan hasil analisisnya tentang komentar entitas tersebut dalam LHP apabila pemeriksa tidak setuju dengan tanggapan/komentar tersebut.
  3. Jika pemeriksa setuju dengan tanggapan/komentar entitas yang tidak menyetujui temuan pemeriksaan, maka harus memperbaiki hasil pemeriksaannya dan memuat semua informasi dalam kertas kerja pemeriksaannya.

Berdasarkan LKPD yang telah diperbaiki oleh Pemerintah Daerah, BPK akan meminta Kepala Daerah menandatangani Surat Representasi, dan selanjutnya BPK akan menyerahkan LKPD auditan BPK kepada Kepala Daerah dan Ketua DPRD dengan menandatangani Berita Acara Serah Terima LHP dalam suatu forum yang difasilitasi oleh BPK, sekaligus menyampaikan penetapan Opini BPK atas LKPD tahun yang bersangkutan.

Undang Undang Nomor 15 tahun 2004 Pasal 16 ayat (4) tentang Tanggapan, menyatakan bahwa tanggapan pejabat pemerintah yang bertanggungjawab atas temuan, kesimpulan, dan rekomendasi pemeriksa, dimuat atau dilampirkan pada laporan hasil pemeriksaan. Penjelasan tersebut, menggambarkan bahwa kegiatan pemeriksaan yang dilakukan pemeriksa tidak dapat lepas dari keterlibatan pihak yang terperiksa. Oleh karenanya, hasil pemeriksaan yang tidak tepat merupakan juga campurtangan pihak terperiksa. Sebagaimana diketahui bahwa kegagalan dalam melakukan hubungan harmonis antara pemeriksa dan terperiksa akan berdampak pada kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengambilan kesimpulan pemeriksaan dan pada akhirnya dapat saja mempengaruhi pendapat/opini BPK.

 

  1.  OPINI BPK ATAS LKPD

Dalam penjelasan pasal 16, Undang Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara, disebutkan bahwa pernyataan Pemerintah Daerah yang diungkapkan dalam LKPD akan diuji kewajarannya, sehingga pernyataan tersebut menjadi kreteria utama dalam pengambilan opini pemeriksa. Sebagai gambaran dapat disampaikan bahwa pemeriksaan LKPD secara leksikal banyak yang menterjemahkan mencari kebenaran bukan kewajaran sebagaimana dikenal dalam ilmu pemeriksaan. Namun secara khusus Pasal 16 ayat (1) menyatakan bahwa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPD memuat Opini.

Opini BPK sebagaimana Undang Undang Nomor 15 tahun 2004 pasal 1 angka 11 ditekankan dan diterjemahkan sebagai “pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan”. Dalam pelaksanaan pemeriksaan LKPD, konsepsi ‘kewajaran’ lebih diunggulkan dibandingkan dengan konsepsi ‘kebenaran’, hal tersebut terdapat 2 (dua) alasan konsepsi yaitu konsepsi materialitas dan konsepsi sampling.

Alasan konsepsinya adalah :

  1.  Pemeriksa tidak melakukan pemeriksaan atas semua transaksi (Sampel).

Pemeriksa tidak mungkin melakukan pengujian atas semua transaksi yang dilakukan pemerintah daerah. Asumsi dasar ini memungkinkan bahwa semua kekeliruan tidak akan dapat diketahui oleh pemeriksa, dan oleh karenanya menuntut pemeriksa menentukan sampel yang representatif.

  1.  Keputusan pemeriksa berorientasi pada hal yang signifikan (Materialitas).

Keputusan pemeriksa selalu berorientasi pada hal yang signifikan dan terhadap hal yang tidak signifikan tidak menjadi pertimbangan pemeriksa dalam keputusannya.

  1.  TANTANGAN MEWUJUDKAN OPINI WTP ATAS LKPD KABUPATEN/KOTA DI JATENG.

Tata kelola keuangan seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah pada tahun 2018 diharapkan mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK, demikian arahan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah dalam Rakor Pembahasan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2014, pada tanggal 8 Desember 2014 di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi Jawa Tengah, Dr Cris Kuntadi CA CPA QIA Ak mengungkapkan rekomendasi temuan BPK wajib ditindaklanjuti pejabat dan undang undang memberi waktu 60 hari bagi pejabat untuk menindaklanjutinya.

Selanjutnya Kepala Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi Jawa Tengah juga berpesan agar pemerintah kabupaten/kota menyampaikan data/dokumen yang sudah sesuai aturan agar tidak menjadi temuan BPK, mengingat ada belasan ribu temuan/rekomendasi BPK namun yang ditindaklanjuti baru 57,7 persen.

Berdasarkan maping dan hasil evaluasi Pembahasan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK atas kelemahan LKPD Kabaupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah disarankan termasuk Pemerintah Kota Magelang yang belum mendapat opini WTP untuk memperbaiki secara skala prioritas sbb :

  1. Menempatkan SDM yang berkapasitas dan berkompeten penatausahaan keuangan daerah;
  2. Menindaklanjuti rekomendasi BPK tahun sebelumnya dengan status selesai ditindaklanjuti;
  3. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemeritah (SAP);
  4. Kecukupan pengungkapan atas data, dokumen, keterangan, informasi dan penjelasan;
  5. Sistem Pengendalian Internal yang efektif atas :
  1. Penatausahaan aset tetap dan saldo barang persediaan;
  2. Pencatatan realisasi anggaran dan saldo kas;
  3. Penyajian Piutang dan Investasi Non Permanen/Dana Bergulir;
  4. Realisasi dana BOS sesuai dengan kondisi yang sebenarnya;
  5. Standar Operasional Prosedur terhadap pemeliharaan barang/aset;
  6. Standar Operasional Prosedur terhadap Perjalanan Dinas;
  7. Mekanisme pemungutan, penyetoran, pelaporan, penggunaan penerimaan daerah dan hibah;
  8. Mekanisme penganggaran belanja hibah dan penatausahaan pemindahtanganan aset.
  1.  Kepatuhan terhadap peraturan perundangan guna menghindari :
  1. Temuan material/kerugian daerah yang bernilai besar;
  2. Data, dokumen dan bukti transaksi fraud/curang;
  3. Penyalahgunaan penyaluran BANSOS dan Hibah;
  4. Ketidak efektifan, ketidak efisienan dan ketidak hematan.
  1. Pembayaran pengadaan barang/jasa melalui sistem perbankan/Non Cash Ttransactions.

_____________________________________________________________________________ Penulis :

gunadi wirawan, sekretaris pada Inspektorat Kota Magelang